Married By Accident Ala Bank Banten Hingga Lenyapkan Uang Negara Ratusan Miliar
SERANG, KepoinAja79.Com – Persoalan Bank Banten yang belum terselesaikan dengan baik menjadi sorotan publik. Bahkan Bank Daerah yang kini resmi menjadi milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten itu diibaratkan seperti anak yang dilahirkan dulu baru disahkan melalui pernikahan. Hal tersebut diketahui dalam ketika sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Aksi Rakyat (Koar) Banten menggelar aksi Unjuk Rasa dengan cara Makan Bareng (Mabar) di tengah jalan depan Kantor pusat Bank Banten, Senin (08/09/2025).
Koordinator Aksi Rahmat Gunawan mengatakan, pihaknya bersama sejumlah masyarakat turun ke jalan menyuarakan aspirasi terkait kekecewaan terhadap kinerja komisaris, Dirut, dan jajaran Direksi Bank Banten karena dinilai telah melakukan banyak pembohongan publik.
“Jajaran direksi termasuk Komisaris dan Dirut Bank Banten terkesan hanya membuat laporan Asal Bapa Senang (ABS) terhadap Gubernur dan DPRD Banten. Tapi realisasinya belum tentu benar,” katanya disela – sela aksi.
Rahmat Gunawan mengaku pihaknya menilai permasalahan Bank Banten seolah tidak pernah terselesaikan. Hal itu diduga kuat karena saat pembentukannya berawal dari Married By Accident (MBA) dimana lahir dahulu oleh oleh PT Banten Global Development (BGD) pada tahun 2016 yang mengakuisisi Bank Pundi, lalu disahkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten tahun 2023.
“Bahkan saat ini telah selingkuh dan nikah siri bersama Bank Jatim agar tidak diusir dari rumah karena terancam turun jadi BPR akibat tidak memiliki modal inti sesuai ketentuan OKK sebesar Rp 3 Triliun. Pernikahan siri tersebut dibungkus dengan alasan Kerjasama Usaha Bank (KUB), sehingga Bank Jatim menjadi pemegang saham pengendali Bank Banten. Bahkan Bank Banten hingga saat ini belum memiliki usaha yang jelas,” ungkapnya.
Agar tidak dinilai selalu merugi setiap tahun, lanjut Rahmat Gunawan. Jajaran Direksi Bank Banten mengklaim seolah telah mendapatkan laba pada tahun 2023 dan 2024. Padahal hal itu diduga terjadi karena pemotongan sejumlah biaya operasional, dan anggaran tersebut diklaim sebagai hasil usaha (laba).
“Tidak hanya itu, kami juga meminta kejelasan terkait persoalan kredit macet dimana tahun 2022 lalu diketahui masih menyisakan piutang sebesar Rp.247 Miliar, ditambah kerugian kredit macet, dan kasus pembobolan brangkas oleh karyawan. Apakah persoalan tersebut sudah diselesaikan dan keuangannya dikembalikan kepada negara atau belum, publik belum mengetahui,” katanya.
Senada dikatakan Koordinator lainnya, Feri. Ia menilai jika Kebobrokan tersebut ternyata bukan hanya Persoalan management saja, namun Bank Banten juga dinilai sarat kepentingan, sehingga tidak peduli terhadap keadaan masyarakat di sekitar gedung, khususnya kantor pusat. Sebab, tak satu pun warga yang diterima bekerja sebagai karyawan di gedung baru tersebut.
“Selain itu juga belakangan ini rama isu tentang permasalahan subkontraktor yang belum terbayarkan, bahkan Proyek tersebut terindikasi adanya dugaan markup harga,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Feri. Persoalan travo listrik yang dapat menimbulkan radiasi bagi warga juga, tidak ada kompensasi yang jelas bagi warga terdampak. Termasuk persoalan lahan parkir dan sampah yang dapat mencemari lingkungan masyarakat. Terlebih, sejak dibangun kantor pusat Bank Banten, lingkungan masyarakat jadi terdampak banjir setiap turun hujan, karena adanya penyempitan saluran irigasi.
“Bahkan, akses jalan warga khususnya Lansia menuju tempat ibadah ditutup, sehingga masyarakat yang hendak menjalankan ibadah harus mengambil jalan memutar,” jelasnya.
Dari sejumlah Persoalan tersebut, terdapat sebanyak lima tuntutan massa aksi, yakni;
1. Copot Komisaris, Dirut, dan jajaran Direksi karena dianggap tidak mampu bekerja dan hanya mencari alasan agar tidak disalahkan.
2. Meminta agar APH memeriksa keuangan Bank Banten yang sebenarnya. Bukan hanya menyiasati untuk membohongi publik.
3. Menuntut transparansi pengembalian keuangan dari sejumlah persoalan atas kerugian negara karena kredit macet, kredit fiktif, dan pembobolan brangkas oleh karyawan.
4. Menuntut Kejelasan mengapa Bank Jatim menjadi pemegang saham pengendali Bank Banten, lalu pemprov Banten dan Bank Banten menjadi apa.
5. Menuntut agar masyarakat sekitar kantor pusat karena menjadi yang terdampak, mendapat perhatian dan kompensasi yang jelas, termasuk mendapatkan kesempatan bekerja. (*/red)
Posting Komentar