Kasus Cap Emas Ilegal, Enam Mantan Pejabat Antam Divonis Delapan Tahun Penjara
Majelis Hakim menyatakan keenam terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan kegiatan komoditas emas.
Enam terdakwa itu, di antaranya VP Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam 2008–2011, Tutik Kustiningsih; VP UBPP LM Antam 2011–2013, Herman; dan Senior Executive VP UBPP LM Antam 2013–2017, Dody Martimbang.
Selanjutnya, General Manager (GM) UBPP LM Antam 2017–2019, Abdul Hadi Aviciena; GM UBPP LM Antam 2019–2020, Muhammad Abi Anwar; dan GM UBPP LM Antam 2021–2022, Iwan Dahlan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu masing-masing dengan pidana penjara selama delapan tahun,” kata Ketua Majelis Hakim, Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025.
Selain pidana penjara, masing-masing terdakwa diwajibkan membayar denda Rp 750 juta subsider empat bulan kurungan.
Keenamnya terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Hukuman yang dijatuhkan Hakim sedianya lebih ringan dari tuntutan Jaksa sembilan tahun penjara, denda Rp 750 subsider dan enam bulan kurungan.
Kasus ini bermula dari UBPP LM PT Antam yang memiliki satuan refining untuk melakukan pemurnian emas, logam dan perak. Kegiatan pemurnian pada intinya merupakan pengolahan untuk memisahkan emas, perak, platina, paladium dari unsur pengotornya.
Ada juga jasa pemurnian scrap atau emas cucian yang merupakan jasa pemurnian dan pembuatan emas batangan.
Dalam praktiknya, enam terdakwa dari PT Antam ini bersama tujuh terdakwa swasta yang terdiri dari Lindawati Effendi; Suryadi Lukmantara; Suryadi Jonathan; James Tamponawas; Gluria Asih Rahayu; Djudju Tanuwidjaja (Direktur PT Jardintraco Utama); dan Hok Kioen Tjay tidak melakukan kajian bisnis intelijen untuk memastikan asal-usul sumber emas yang akan diberi logo LM.
Para terdakwa swasta itu menyediakan bahan baku emas rongsokan untuk dicetak menjadi emas batangan.
Hasil emas batangan itu kemudian dicap merek berupa logo LM hingga diberikan tanda LBMA-sertifikasi Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Sertifikasi itu untuk menjamin bahwa produk emas tersebut berasal dari sumber yang legal.
Selama persidangan, Jaksa menilai perbuatan kerja sama itu memperkaya tujuh terdakwa dari pihak swasta. Sebaliknya, akibat kerja sama tersebut negara justru dirugikan sebesar Rp 3,3 triliun. (*/red)
Posting Komentar